Salat sunat Ied dilaksanakan tepat pukul 7:30 tanggal 23 Oktober 2006 di Tapi. Bertindak sebagai imam Tuangku Imam Indo Marajo, sedangkan sebagai khatib Tuangku Bagindo Kayo. Walaupun anak nagari yang perantau terbilang tidak banyak yang pulang untuk berlebaran kali ini, akan tetapi shaf laki-laki di lapangan Tapi itu penuh sampai 8 deret.
Terlepas dari merayakan 1 Syawal dengan makna yang sebenarnya, suasana lebaran yang sepi seperti ini membuka kenangan pahit saat-saat lebaran di akhir dekade limapuluhan. Pelaksana tugas sementara wali nagari pada saat itu sedang dipenjarakan di ruang tahanan Kodim (waktu itu) Lapangan Kantin, karena dicap sebagai melindungi pemberontak. Lebaran tanpa manjalang inyiak wali yang kemudian diikuti rapat anak nagari di Ateh Balai, rasanya seperti tak merayakan 1 Syawal sama sekali.
Walaupun pada masa pemerintahan desa tidak ada acara ini, malah yang terlaksana adalah manjalang ketua KAN. Akan tetapi sewaktu nagari dikembalikan ke pemerintahan nagari, Wali Nagari M.A.Y. St. Sinaro berupaya untuk membangkitkan tradisi dengan menjalang ketua BPRN seperti yang terlaksana sejak dua tahun yang lalu. Tradisi berikutnya adalah rapat Yayasan Kotogadang pada 2 Syawal. Rapat inipun atas pertimbangan-pertimbangan yang matang telah dipindah ke bulan Juli; makin sepi rasanya.
Dalam satu pertemuan setelah shalat Ied, diterangkan oleh Wali Nagari M.Budi Z. St Malenggang bahwa, karena ketua BPRN tidak merayakan ied di Kotogadang dan tak ada penghulu yang berada di Kotogadang saat ini, oleh Panitia Perayaan Hari Raya diputuskan tidak ada acara :“manjalang angku Datuak”. Engku R. St. Marah Laut menjelaskan bahwa seingatnya, sampai zaman penjajahan Jepang, acara itu disebut sebagai Manjalang inyiak kapalo (kepala nagari waktu itu dijabat oleh seorang penghulu). Pada zaman awal kemerdekaan (republik) inyiak kapalo bukan penghulu, acara manjalang inyiak kapalo tetap dilakukan, sampai pada akhir dekade tujuhpuluhan. Penulis juga mengingatkan bahwa pada pertengahan tahun limapuluhan, rombongan “batarewai” berkumpul di Tapi dan bersama-sama pergi ke rumah orang tua inyiak wali yang saat itu dijabat oleh e. A.Rahman St. Bagindo Dipucuak. Pernah pula, karena beliau sedang sakit, rombongan tidak ke Batuang Tinggi akan tetapi ke Pisang (rumah beliau); beliau hanya mampu duduk di kursi menerima rombongan.
Berdasarkan pertimbangan diatas, akhirnya diambil kesepakatan bahwa pada 1 Syawal ini anak nagari yang berkumpul di Tapi pergi ke Bukik “Manjalang Inyiak Wali”, untuk kemudian dibawa keliling kampung sambil menjelaskan program yang sudah dilaksanakan dan direncanakan oleh wali nagari Kotogadang beserta stafnya.
Walaupun anak-anak silek tidak dapat dikumpulkan lagi, acara keliling kampung dilaksanakan tanpa bunyi-bunyian (talempong dkk). Pertimbangan yang signifikan dalam memutuskan ini adalah: Sejak awal puasa ada anak nagari (urang mudo diantaranya Sutan Mangkudun dan Sutan Amin Alam) berminat untuk belajar pidato adat atau pasambahan, sehingga pada saat manjalang inyiak wali itu Sutan Amin Alam yang menyampaikan maksud kedatangan rombongan melalui pidato pasambahan, disambut oleh tuan rumah yang diwakili oleh Sutan Mangkudun. Sebagai catatan pasambahan ini tahun yang lalu dilakukan oleh tuangku nagari mewakili rombongan dan Sutan Alamsyah mewakili tuan rumah (Dt Toemanggoeang). Alih generasi yang amat menggembirakan.
Setelah di Balai Adat, kembali anak nagari yang diwakili Sutan Amin Alam meminta kesediaan wali nagari untuk menjelaskan program dan rencana pelaksanaannya dimasa depan.
Pada sesi pertanyaan ada yang menanyakan tentang pemungutan padi banda, sayangnya staf nagari yang menjabat tuo banda tidak hadir. Akan tetapi wali nagari menjelaskan bahwa sebagian besar telah dipungut dan dipertanggung jawabkan ke nagari. Diharapkan nanti secara formal wali nagari akan menyampaikan pertanggung jawabannya dalam rapat BPRN.
Wali nagari juga menyinggung tentang anggaran belanja nagari yang turunnya dapat dikatakan seret. Sampai saat ini nagari punya hutang lebih kurang 23 juta rupiah. Diantaranya adalah biaya lomba nagari yang ternyata hadiahnya tidak dapat membayar hutang tadi, serta biaya pemilihan wali nagari di tahun 2005. Anggaran rutin yang telah turun digunakan untuk membayar honorarium/gaji staf nagari, perbaikan irigasi, dan perbaikan jalan di Taruko. Bagi perbaikan irigasi di Taruko, biaya sebesar Rp. 96.000.000,- sumbangan dari Pemprov serta pekerjaannya dilaksanakan langsung oleh kontraktor.
Perbaikan Janjang Ngarai terlaksana atas bantuan sebanyak 200 kantong semen dari PT. Semen Padang, setelah nagari mengajukan proposal dengan tema memajukan pariwisata di Ngarai Kotogadang.
Berikutnya e. Ramlan Gazali St. Sinaro meminta kesediaan wali nagari untuk menyampaikan harapannya agar pada tanggal 1 Syawal yang akan datang, ditetapkan bahwa yang akan dijalang itu adalah wali nagari. BPRN secara formal memang akan meminta pertanggungjawaban wali nagari, akan tetapi anak nagari berkeinginan untuk mendengar langsung dari wali nagari yang telah mereka pilih secara langsung. Wali nagari menyatakan kesediaannya untuk mensosialisasikan, serta memintakan BPRN untuk membantu menyusun Perna tentang hal ini.
E. Bachril H. sempat mengingatkan wali nagari tentang rawannya keamanan kampung, setelah lewat pukul 20:00, Tapi yang menjadi gerbang nagari kosong, tak ada orang yang menyapa pendatang/tamu yang masuk ke Kotogadang. Ini mengesankan bahwa nagari ini bagai nagari terbuka.
Sebagai catatan tambahan, karena acara manjalang ini baru dimulai pukul 10:30, acara di Balai Adat sempat di skors untuk melaksanakan salat Lohor. Alhamdulillah, pada saat acara dibuka kembali pesertanya bukannya berkurang malahan bertambah, alasan mereka umumnya: Terlambat mengetahui adanya Acara ini. |