Berita / Kaba Kampuang |
Dari Pertemuan Pembahasan Rencana Pemekaran, Kabupaten Agam Menuju Terbentuknya Kabupaten Agam Tuo
Oleh admin | ||
| ||
Pertemuan sekitar 100 orang lebih masyarakat Agam Timur, yang terdiri dari Walinagari, ketua BPRN, ketua KAN, tokoh masyarakat dan pemuda, Senin (15/10) lalu di SMAN 1 Tilatang Kamang menghasilkan beberapa kesepakatan. Di antaranya menggalang apsirasi tentang Agam Tuo kedepan dan membentuk kepanitian pembentukan Agam Tuo, serta melahirkan tim sembilan yang akan menjembatani aspirasi masyarakat yang ada di Agam Tuo. Upaya perjuangan terealisasinya Kabupaten Agam Tuo sebagai hasil pemekaran Kabupaten Agam merupakan mata rantai keinginan masyarakat di Agam Tuo selama ini. Di mana keinginan pemekaran Kabupaten Agam sebenarnya telah diawali sejak bergulirnya reformasi, sejalan dengan keinginan warga untuk kembali menata kehidupan bernegara yang lebih demokratis. Sebelum dicanangkannya Otonomi Daerah yang ditandai dengan lahirnya UU 22 Tahun 1999, warga Agam Tuo atau Agam Timur yang tergabung dalam Kerapatan Adat Nagari (KAN) telah menyampaikan aspiranya kepada pihak pemerintah.
Hal ini kemudian semakin mengkristal dalam sebuah keinginan bersama seluruh warga, yang ditampung dan disalurkan oleh Badan Koordinasi Anak Nagari Agam Tuo yang kemudian berubah nama menjadi Lembaga Koordinasi Penampung dan Penyalur Aspirasi Anak Nagari Agamtuo (Limbago AGAMTUO) dengan surat pernyataannya No.03/BK-ANAT/9/1999 tanggal 22 September 1999. Namun, dengan lahirnya UU 22 Tahun 1999, dikeluarkanlah oleh Pemerintah Pusat PP 84 Tahun 1999 yang ditandatangani BJ Habibie (Presiden RI yang sedang demisioner saat itu), dengan sendirinya beralihlah perhatian masyarakat untuk menyikapi segala akibat dari pelaksanaan PP tersebut. Sejalan sikap warga untuk menolak PP 84 1999 tersebut diharapkan pula adanya konsekwensi pemerataaan pembangunan dan dekatnya pelayanan pemerintah terhadap masyarakat, serta rentang kendali administrasi pemerintahan dalam upaya pembinaan yang bermuara pada pemberdayaan segala aspek kehidupan masyarakat.
Dari kenyataan yang dialami oleh masyarakat di Agam Tuo, ternyata persoalan-persoalan yang menyangkut hajat orang banyak tetap mengalami kekecewaan, sehingga wacana dan aspirasi yang telah dimulai oleh Limbago Agamtuo semenjak 1999 untuk pemekaran Kabupaten Agam kembali mengemuka sebagai alternatif atau solusi guna kemaslahatan anak nagari berada di pinggiran Kota Bukittinggi dan yang tersebar di pedusunan nagari-nagari di Agam Tuo. Karena, ibarat kata pepatah ”Mengharap hujan dari langit, air di tempayan ditumpahkan” adalah suatu kenyataan pahit yang dirasakan rakyat Kabupaten Agam khususnya yang mendiami sekitar kawasan lereng Gunung Merapi, Singgalang maupun di kaki dan punggung Bukit Barisan.
Setidaknya, hal ini ditandai dengan pertemuan Wali Nagari, BPRN, KAN dan tokoh masyarakat lainnya dengan Bupati, Wakil Bupati dan Ketua DPRD Kabupaten Agam pada 5 Januari 2007 di Kantor Pusat Pelayanan Masyarakat Jl. Veteran 79 (Jirek) Bukittinggi. Suatu hal yang menjadi agenda penting saat itu sekaligus menjadi landasan selanjutnya lahirnya ”Panitia Terbentuknya Kabupaten Agamtuo” sekarang ini adalah, adanya keinginan bersama peserta pertemuan untuk pemekaran Kabupaten Agam. Dasar pikiran dari kronologis sejarah perjuangan ke arah pemekaran Kabupaten Agam atau terbentuknya Kabupaten Agamtuo ini, adalah atas pertimbangan beberapa permasalahan yang sangat urgen. Signifikansi dari beberapa persoalan kedaerahan itu setidaknya adalah spirit Otoda, di mana titik tolak demokratisasi dan percepatan pembangunan di tanah air adalah mendekatkan pelayanan pemerintah terhadap masyarakat.
Dalam kenyatannya, dengan kepindahan Ibukota Kabupaten Agam ke Lubuk Basung sama sekali justru bertolak belakang dengan fungsi Otoda tersebut. Sehingga untuk urusan pemerintahan harus mengeluarkan ongkos, dan waktu yang sangat tersita. Belum lagi resiko dalam perjalanan. Hal serupa juga sangat dirasakan kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS), terutama para guru Sekolah Dasar (karena Guru SD umumnya tersebar di pelosok pedusunan karena penyebaran SD Inpres pada masa Orde Baru) untuk berurusan segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas dan kesejahteraannya ke Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Agam di Lubuk Basung kesulitannya juga sangat dirasakan sekali.
Pada sisi lain, Pemkab Agam telah membuat kantor perwakilannya dengan nama kantor ”Pusat Pelayanan Masyarakat” di Jalan Veteran 79 (Jirek) Bukittinggi, yang diperuntukkan untuk melayani berbagai keperluan masyarakat dan PNS di Agam Timur. Namun kenyataannya, tidaklah menyelesaikan masalah di samping tidak adanya tata aturan hukum di Indonesia yang mengatur untuk adanya pemerintahan perwakilan/perwalian pada Pemkab/Pemko atapun semacam Kantor Pembantu Bupati seperti pada zaman Orde Baru. Sebaliknya, justru karena tidak ada landasan hukum tersebutlah maka kantor tersebut bernama ”Pusat Pelayanan Masyarakat” dan bukan kantor ”Perwakilan Pemerintah Kabupaten Agam”, meskipun kantor tersebut difungsikan sebagai perwakilan Pemkab Agam untuk wilayah Agam Timur, namun karena keterbatasan SDM, Sarpras dan sebagainya, akhirnya masyarakat terpaksa juga berurusan ke pusat kota kabupaten di Lubuk Basung.
Demikian pula halnya dengan adanya pelimpahan wewenang bupati terhadap camat-camat, juga tidak dapat melayani masyarakat secara maksimal, karena kepastian realisasi suatu urusan tersebut juga tergantung di tangan dinas terkait di Lubuk Basung. Apalagi kalau urusan dan keperluan masyarakat tersebut harus langsung ditangani Bupati. Misalkan SIUP, SITU dan sejenisnya, ternyata kekuatannya di mata hukum masih lemah, meskipun tidak dikatakan ‘tidak laku’ sebagai dasar pijakan mengembangkan bisnis masyarakat. Sebaliknya, dengan jauhnya rentang kendali untuk pembinaan kecamatan dan nagari-nagari oleh dinas-dinas terkait tidaklah maksimal. Begitu juga efektifitas dan efisiensinya juga sangat jauh dari yang diharapkan. (bersambung)
Sumber: Padang Ekspres | ||
Berita Kaba Kampuang Lainnya | ||
|